Untuk kesekian kalinya AS Roma (hampir dipastikan) kembali gagal
merengkuh gelar. Setelah mereka (dengan sangat disayangkan) harus tersingkir dari ajang
Europa League dan Coppa Italia. Padahal dalam dua ajang tersebut klub berjuluk Il Lupi menjadi salah satu kandidat kuat untuk
mendapatkan gelar yang telah lama dinanti yang terakhir kali mereka raih di
musim 2007/2008.
Sebenarnya secara matematis mereka masih bisa mendapatkan gelar,
yaitu Scudetto. Namun
secara realistis lawan yang mereka hadapi ialah Juventus yang notabene sudah
menguasai kompetisi Serie A selama 5 musim berturut turut. Memang bukan tidak
mungkin untuk menggusur La Vecchia Signora dari puncak klasemen, tetapi AS
Roma bukan hanya harus memenangkan setiap pertandingan, tetapi mereka juga
harus berharap Juventus tersungkur "minimal" di dua laga dalam sisa giornata yang ada. Harapan yang memang
sangat kecil peluangnya melihat superioritas Juventus di Italia dan performa
luar biasa yang mereka tunjukkan di musim ini.
Dalam kegagalan AS Roma ada beberapa faktor yang mungkin
mempengaruhi performa mereka. Dan faktor - faktor tersebut akan coba di ulas
dalam tulisan ini.
Hilangnya Sosok Pemimpin
Tak bisa di pungkiri bahwa AS Roma adalah Francesco Totti dan
Francesco Totti adalah AS Roma. Begitulah anggapan masyarakat awam maupun
mereka yang mengerti sepakbola. Tetapi apa yang mereka anggap sudah tidak sama
dengan apa yang terjadi. Lantaran sang pangeran Roma tersebut tidak lagi menjadi "pemimpin" di lapangan. Jabatannya telah
di ambil alih oleh penerusnya yaitu Daniele De Rossi. Kehadirannya kini lebih
sebagai "penghabisan" slot
pergantian pemain dikala timnya sedang unggul atau bahkan hanya sebagai
"pemanis" bagi para suporter yang hadir di stadion. Tidak seperti
dulu lagi, kehadiran Totti yang sangat dibutuhkan untuk mengangkat semangat dan
moral tim. Sekarang beban tersebut harus di emban oleh Daniele De Rossi sebagai
kapten di lapangan. Hilangnya kehadiran sosok pemimpin layaknya Totti menjadi
salah satu faktor kurang maksimalnya performa Roma musim ini. Jangan salahkan
De Rossi yang tidak bisa menjadi pemimpin yang baik. Patut di ingat bahwa ia
mempunyai julukan Il Futuro Capitano yang secara garis besar mempunyai
aura untuk mengangkat moral dan semangat tim layaknya Totti. Dan jangan
salahkan pula Luciano Spalletti yang jarang memberikannya waktu bermain seperti
dulu. Karena ini semua terjadi karena "Faktor
U" yaitu usia yang membuat Totti tidak prima dan hadir kembali sebagai
pemimpin.
Gaya Bermain Yang Monoton
Kepergian seorang Miralem Pjanic ke Juventus di awal musim memang
menjadi sebuah kerugian tersendiri bagi AS Roma. Hal itu terlihat dari gaya
permainan Roma musim ini yang tidak se-efektif musim lalu. Fakta menyebutkan
bahwa Pjanic merupakan motor serangan Roma dalam 5 musim terkahir ia membela panji kesebelasan Giallorossi. Tidak hanya pandai dalam mengatur
serangan namun pemain berkebangsaan Bosnia tersebut juga piawai dalam
mengeksekusi bola mati. Ketiadaan seorang Pjanic berimbas kepada gaya bermain
Roma. Roma seakan kehilangan otak untuk memulai serangan. Terbukti dari apa
yang terjadi di musim ini bahwa Roma lebih sering menyerang dari sisi sayap
yang di huni oleh Mohammed Salah, Diego Perotti, maupun Stephan El Shaarawy.
Hal itu menjadi titik lemah Roma yang apabila sisi sayap mereka tidak efektif,
Roma seakan kebingungan untuk menyerang. Roma memang masih mempunyai deretan
gelandang top sebut saja Daniele De Rossi, Kevin Strootman, Radja Nainggolan,
Leandro Paredes ataupun Clement Grenier. Namun gaya bermain mereka tidak
"sepintar" Pjanic. Bahkan situasi tersebut membuat Spaletti harus
mengubah gaya bermain Nainggolan. Ia dipaksa untuk bermain sebagai trequartista seperti halnya Pjanic sewaktu masih
bermain di Roma. Tetapi Nainggolan tidak memiliki kreativitas layaknya Pjanic,
ia lebih sering bertugas untuk merebut bola bukan mengatur ritme permainan. Dan
salah satu imbas terbesar dari hilangnya seorang Pjanic adalah tidak adanya
eksekutor bola mati yang handal yang mampu mengubah keadaan dikala Roma sedang
membutuhkan sebuah gol.
Inkonsistensi Penampilan
Untuk sebagian romanisti di dunia mungkin sudah terbiasa dengan
situasi seperti ini. Di ibaratkan penyakit lama yang kambuhan. Hampir di setiap
musim yang di jalani AS Roma, mereka selalu mengalami inkonsistensi dalam hal
penampilan di atas lapangan. Panas di awal, lemas di akhir. Penyakit tersebut
masih saja menghampiri klub ibukota Italia di musim ini, yang menjadi salah
satu faktor kegagalan mereka untuk meraih kesuksesan. Penulis beranggapan bahwa
penyebab dari inkonsistensi penampilan Roma musim ini di dasari oleh kurangnya
determinasi para pemainnya. Hal itu terbukti dari jumlah kekalahan klub yang
berdiri di tahun 1927 itu mencapai 6 kali. Jumlah tersebut lebih banyak
dibandingkan pesaing mereka untuk menduduki posisi runner up yaitu Napoli yang
berjumlah 4 kali. Mereka terlalu sering membuang poin penting di saat Juventus
yang sedang kurang maksimal. Padahal untuk tim sekaliber AS Roma yang di gadang
gadang mampu mematahkan dominasi Juventus di Serie A, hal seperti itu tidak
boleh terjadi. Semangat juang untuk menjadi tim pemenang terkadang tidak
terlihat di atas lapangan. Terbukti di laga kandang terkahir, mereka harus puas
di tahan imbang oleh tamunya Atalanta dengan skor 1-1. Hasil imbang tersebut
kian memantapkan posisi Juventus di puncak klasemen yang kini berjarak 8 poin
dengan Roma setelah sebelumnya hanya terpaut 6 poin. Jika hal - hal tersebut
masih saja terjadi di musim musim berikutnya, bukan tidak mungkin kalau AS Roma
akan (kembali) berpuasa gelar.
Skuad Yang Kurang Mumpuni
Sudah menjadi hal wajib bagi setiap tim untuk memiliki skuad yang
kompeten untuk menjalani 1 musim penuh. Terlebih jika tim tersebut di targetkan
untuk meraih gelar. Tetapi hal itu tidak nampak di skuad AS Roma musim ini.
Kepergian beberapa pemain penting seperti Miralem Pjanic dan Lucas Digne tidak
dapat di antisipasi dengan baik oleh manajemen Roma untuk mencari pemain
pengganti. Untuk posisi yang ditinggalkan Digne, Roma memang masih mempunyai
pemain seperti Mario Rui dan Emerson Palmieri. Tetapi kualitas yang ditunjukkan
dua pemain tersebut masih kurang memuaskan pelatih dan suporter. Hanya Emerson
yang di awal-awal musim menunjukkan peningkatan permainan. Sementara Mario Rui
masih harus berusaha keras untuk kembali ke performa puncaknya setelah
menderita cedera otot ligamen di awal musim yang mengharuskannya untuk
istirahat selama 6 bulan. Sedangkan untuk posisi yang ditinggalkan Miralem
Pjanic, Roma tidak mampu untuk mencari pengganti yang pas. Pulangnya Leandro
Paredes di gadang-gadang bisa menutupi hilangnya seorang Pjanic. Hal itu
dikarenakan Paredes di sinyalir mempunyai gaya bermain yang hampir serupa
dengan Pjanic. Namun malah sebaliknya, pemain yang sebelumnya sempat di
pinjamkan ke Empoli tersebut lebih banyak duduk di bangku cadangan. Dia lebih
sering bermain sebagai pemain pengganti atau sebagai pemain yang mengisi posisi
Daniele De Rossi maupun Kevin Strootman dikala mereka absen. Ketidakmampuan
manajemen Roma mencari pemain yang pas, dirasakan oleh Luciano Spaletti sebagai
nahkoda tim. Hal itu di ungkapkan beberapa waktu lalu melalui sebuah wawancara.
Pelatih berkepala plontos tersebut merasa kecewa oleh manajemen Roma yang tidak
bisa mendatangkan Borja Valero dan Alejandro Gomez di bursa transfer lalu. Dan
imbasnya baru terasa sekarang dimana Roma tidak mempunyai pemain yang mumpuni
untuk menjadi backup untuk pemain seperti Radja
Nainggolan serta Edin Dzeko. Keberadaan Francesco Totti sekalipun dirasa masih
belum cukup dikarenakan usia yang membutnya tidak selalu fit dan performa yang
tidak lagi sebagus dahulu.
Dari poin-poin diatas, terdapat poin penting yang dapat
disimpulkan bahwa jika ingin meraih kesuksesan sebagai sebuah tim, semangat
juang pantang menyerah harus terus di junjung tinggi. Karena sebuah proses yang
di dasari oleh kemauan yang keras, niscaya sebuah hasil manis tidak akan lepas.
Mengutip dari sebuah lirik idol grup JKT 48 bahwa usaha keras itu tak akan
mengkhianati.
(Tulisan ini berdasarkan pengamatan penulis dalam perjalanan kiprah AS Roma selama hampir 1 (satu) musim penuh.)
sumber foto : http://sidomi.com/514142/hasil-liga-europa-2017-as-roma-vs-lyon-2-1-wakil-serie-a-tamat/