Kamis, 27 April 2017

FAKTOR KEGAGALAN AS ROMA

 
Untuk kesekian kalinya AS Roma (hampir dipastikan) kembali gagal merengkuh gelar. Setelah mereka (dengan sangat disayangkan) harus tersingkir dari ajang Europa League dan Coppa Italia. Padahal dalam dua ajang tersebut klub berjuluk Il Lupi menjadi salah satu kandidat kuat untuk mendapatkan gelar yang telah lama dinanti yang terakhir kali mereka raih di musim 2007/2008.
Sebenarnya secara matematis mereka masih bisa mendapatkan gelar, yaitu Scudetto. Namun secara realistis lawan yang mereka hadapi ialah Juventus yang notabene sudah menguasai kompetisi Serie A selama 5 musim berturut turut. Memang bukan tidak mungkin untuk menggusur La Vecchia Signora dari puncak klasemen, tetapi AS Roma bukan hanya harus memenangkan setiap pertandingan, tetapi mereka juga harus berharap Juventus tersungkur "minimal" di dua laga dalam sisa giornata yang ada. Harapan yang memang sangat kecil peluangnya melihat superioritas Juventus di Italia dan performa luar biasa yang mereka tunjukkan di musim ini.
Dalam kegagalan AS Roma ada beberapa faktor yang mungkin mempengaruhi performa mereka. Dan faktor - faktor tersebut akan coba di ulas dalam tulisan ini.

Hilangnya Sosok Pemimpin
Tak bisa di pungkiri bahwa AS Roma adalah Francesco Totti dan Francesco Totti adalah AS Roma. Begitulah anggapan masyarakat awam maupun mereka yang mengerti sepakbola. Tetapi apa yang mereka anggap sudah tidak sama dengan apa yang terjadi. Lantaran sang pangeran Roma tersebut tidak lagi menjadi "pemimpin" di lapangan. Jabatannya telah di ambil alih oleh penerusnya yaitu Daniele De Rossi. Kehadirannya kini lebih sebagai "penghabisan" slot pergantian pemain dikala timnya sedang unggul atau bahkan hanya sebagai "pemanis" bagi para suporter yang hadir di stadion. Tidak seperti dulu lagi, kehadiran Totti yang sangat dibutuhkan untuk mengangkat semangat dan moral tim. Sekarang beban tersebut harus di emban oleh Daniele De Rossi sebagai kapten di lapangan. Hilangnya kehadiran sosok pemimpin layaknya Totti menjadi salah satu faktor kurang maksimalnya performa Roma musim ini. Jangan salahkan De Rossi yang tidak bisa menjadi pemimpin yang baik. Patut di ingat bahwa ia mempunyai julukan Il Futuro Capitano yang secara garis besar mempunyai aura untuk mengangkat moral dan semangat tim layaknya Totti. Dan jangan salahkan pula Luciano Spalletti yang jarang memberikannya waktu bermain seperti dulu. Karena ini semua terjadi karena "Faktor U" yaitu usia yang membuat Totti tidak prima dan hadir kembali sebagai pemimpin.

Gaya Bermain Yang Monoton
Kepergian seorang Miralem Pjanic ke Juventus di awal musim memang menjadi sebuah kerugian tersendiri bagi AS Roma. Hal itu terlihat dari gaya permainan Roma musim ini yang tidak se-efektif musim lalu. Fakta menyebutkan bahwa Pjanic merupakan motor serangan Roma dalam 5 musim terkahir ia membela panji kesebelasan Giallorossi. Tidak hanya pandai dalam mengatur serangan namun pemain berkebangsaan Bosnia tersebut juga piawai dalam mengeksekusi bola mati. Ketiadaan seorang Pjanic berimbas kepada gaya bermain Roma. Roma seakan kehilangan otak untuk memulai serangan. Terbukti dari apa yang terjadi di musim ini bahwa Roma lebih sering menyerang dari sisi sayap yang di huni oleh Mohammed Salah, Diego Perotti, maupun Stephan El Shaarawy. Hal itu menjadi titik lemah Roma yang apabila sisi sayap mereka tidak efektif, Roma seakan kebingungan untuk menyerang. Roma memang masih mempunyai deretan gelandang top sebut saja Daniele De Rossi, Kevin Strootman, Radja Nainggolan, Leandro Paredes ataupun Clement Grenier. Namun gaya bermain mereka tidak "sepintar" Pjanic. Bahkan situasi tersebut membuat Spaletti harus mengubah gaya bermain Nainggolan. Ia dipaksa untuk bermain sebagai trequartista seperti halnya Pjanic sewaktu masih bermain di Roma. Tetapi Nainggolan tidak memiliki kreativitas layaknya Pjanic, ia lebih sering bertugas untuk merebut bola bukan mengatur ritme permainan. Dan salah satu imbas terbesar dari hilangnya seorang Pjanic adalah tidak adanya eksekutor bola mati yang handal yang mampu mengubah keadaan dikala Roma sedang membutuhkan sebuah gol.

Inkonsistensi Penampilan
Untuk sebagian romanisti di dunia mungkin sudah terbiasa dengan situasi seperti ini. Di ibaratkan penyakit lama yang kambuhan. Hampir di setiap musim yang di jalani AS Roma, mereka selalu mengalami inkonsistensi dalam hal penampilan di atas lapangan. Panas di awal, lemas di akhir. Penyakit tersebut masih saja menghampiri klub ibukota Italia di musim ini, yang menjadi salah satu faktor kegagalan mereka untuk meraih kesuksesan. Penulis beranggapan bahwa penyebab dari inkonsistensi penampilan Roma musim ini di dasari oleh kurangnya determinasi para pemainnya. Hal itu terbukti dari jumlah kekalahan klub yang berdiri di tahun 1927 itu mencapai 6 kali. Jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan pesaing mereka untuk menduduki posisi runner up yaitu Napoli yang berjumlah 4 kali. Mereka terlalu sering membuang poin penting di saat Juventus yang sedang kurang maksimal. Padahal untuk tim sekaliber AS Roma yang di gadang gadang mampu mematahkan dominasi Juventus di Serie A, hal seperti itu tidak boleh terjadi. Semangat juang untuk menjadi tim pemenang terkadang tidak terlihat di atas lapangan. Terbukti di laga kandang terkahir, mereka harus puas di tahan imbang oleh tamunya Atalanta dengan skor 1-1. Hasil imbang tersebut kian memantapkan posisi Juventus di puncak klasemen yang kini berjarak 8 poin dengan Roma setelah sebelumnya hanya terpaut 6 poin. Jika hal - hal tersebut masih saja terjadi di musim musim berikutnya, bukan tidak mungkin kalau AS Roma akan (kembali) berpuasa gelar.


Skuad Yang Kurang Mumpuni
Sudah menjadi hal wajib bagi setiap tim untuk memiliki skuad yang kompeten untuk menjalani 1 musim penuh. Terlebih jika tim tersebut di targetkan untuk meraih gelar. Tetapi hal itu tidak nampak di skuad AS Roma musim ini. Kepergian beberapa pemain penting seperti Miralem Pjanic dan Lucas Digne tidak dapat di antisipasi dengan baik oleh manajemen Roma untuk mencari pemain pengganti. Untuk posisi yang ditinggalkan Digne, Roma memang masih mempunyai pemain seperti Mario Rui dan Emerson Palmieri. Tetapi kualitas yang ditunjukkan dua pemain tersebut masih kurang memuaskan pelatih dan suporter. Hanya Emerson yang di awal-awal musim menunjukkan peningkatan permainan. Sementara Mario Rui masih harus berusaha keras untuk kembali ke performa puncaknya setelah menderita cedera otot ligamen di awal musim yang mengharuskannya untuk istirahat selama 6 bulan. Sedangkan untuk posisi yang ditinggalkan Miralem Pjanic, Roma tidak mampu untuk mencari pengganti yang pas. Pulangnya Leandro Paredes di gadang-gadang bisa menutupi hilangnya seorang Pjanic. Hal itu dikarenakan Paredes di sinyalir mempunyai gaya bermain yang hampir serupa dengan Pjanic. Namun malah sebaliknya, pemain yang sebelumnya sempat di pinjamkan ke Empoli tersebut lebih banyak duduk di bangku cadangan. Dia lebih sering bermain sebagai pemain pengganti atau sebagai pemain yang mengisi posisi Daniele De Rossi maupun Kevin Strootman dikala mereka absen. Ketidakmampuan manajemen Roma mencari pemain yang pas, dirasakan oleh Luciano Spaletti sebagai nahkoda tim. Hal itu di ungkapkan beberapa waktu lalu melalui sebuah wawancara. Pelatih berkepala plontos tersebut merasa kecewa oleh manajemen Roma yang tidak bisa mendatangkan Borja Valero dan Alejandro Gomez di bursa transfer lalu. Dan imbasnya baru terasa sekarang dimana Roma tidak mempunyai pemain yang mumpuni untuk menjadi backup untuk pemain seperti Radja Nainggolan serta Edin Dzeko. Keberadaan Francesco Totti sekalipun dirasa masih belum cukup dikarenakan usia yang membutnya tidak selalu fit dan performa yang tidak lagi sebagus dahulu.

Dari poin-poin diatas, terdapat poin penting yang dapat disimpulkan bahwa jika ingin meraih kesuksesan sebagai sebuah tim, semangat juang pantang menyerah harus terus di junjung tinggi. Karena sebuah proses yang di dasari oleh kemauan yang keras, niscaya sebuah hasil manis tidak akan lepas. Mengutip dari sebuah lirik idol grup JKT 48 bahwa usaha keras itu tak akan mengkhianati.


(Tulisan ini berdasarkan pengamatan penulis dalam perjalanan kiprah AS Roma selama hampir 1 (satu) musim penuh.)



sumber foto : http://sidomi.com/514142/hasil-liga-europa-2017-as-roma-vs-lyon-2-1-wakil-serie-a-tamat/